• JURNAL PENDIDIKAN ISLAM || PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI ERA MODER

     



    Abstract

     

    Curriculum is a tool used to achieve educational goals. Islamic Religious Education lessons become one of the milestones of strengthening morality, student personality. To achieve this goal there is no need for cooperation between curriculum makers and curriculum implementers. The implementation of this curriculum is done by teachers. Teachers are at the forefront of strengthening students' personalities. Library research method used by researchers to conduct analysis is based on some opinions of experts who are involved in education. Through the description of teacher competence, the process of curriculum development and the problem factors of the development of islamic religious education curriculum in this modern era. Teacher competence is an aspect that must be owned by teachers, pedagodik competencies, social competencies, personality competencies and professional competencies become the main milestones in creating curriculum development. There is a curriculum development process in schools, a teacher implements curriculum planning, curriculum implementation and curriculum assessment. Similarly, there are several factors that become problems in curriculum development, educators become an internal part of the lack of understanding related to the purpose of the curriculum. The rapid development of the times makes the external aspects of curriculum development.

     

    Kata Kunci: Curriculum, Teacher Competence, Islamic Religious Education

     

    A.    Pendahuluan

     

                Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang bertaqwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, sehat berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi masyarakat yang demokratis, bertoleransi serta bertanggungjawab.

                Pendidikan Agama Islam ialah bentuk sadar, terstruktur untuk upaya menciptakan generasi yang mengetahui, memahami, mengimani, taqwa dan memiliki akhlak mulia sebagai bentk pengamalan ajaran agama yang besumber dari Al-Qur’an dan Hadist. Proses pembelajaran, pengajaran dan pelaksanakan yang dituntun oleh Pemuka agama untuk menciptakan rasa menghormati satu sama lain sehingga mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Pendidikan Islam memiliki tujuan sebagai wadah pembentukan karakter kepribadian muslim, mengembangkan bakat individu dari aspek rohani dan jasmani, melancarkan hubungan manusia dengan TuhanNya. Mencapai tujuan pendidikan, pendidikan harus menggunakan prinsip “ belajar mengetahui, belajar melakukan, melajar menjadi dan belajar untuk hidup bersama”. Untuk mewujudkan cita pendidikan islam perlulah tuntunan dalam mengejar impian tersebut melalui Konsep Pengembangan kurikulum.

                Kurikulum, adalah alat pendidikan untuk mencapai tujuan yang terdiri dari penentuan arah, isi dan proses pelaksanakan pendidikan. Kurikulum dikembangkan untuk mengembakan kompetensi yang dimiliki peserta didik agar menjadi manusia yang memiliki jiwa ketaqwaan dan mengimani Tuhan Yang Maha Esa, memiliki akhlak yang mulia, inovatif, berilmu, cakap, dan mengamalkan ilmunya, bertanggung jawab dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Aspek ini harus senada dengan pembelajaran yang ada di lapangan, betapa penting peran seorang pendidik dalam proses belajar mengajar juga proses penyampaian ilmu.

                Hingga hari ini, strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilakukan masih menggunakan metode kuno, metode tersebut meliputi kualifikasi pendidikan guru agama, metode pembelajaran klasik yang digunakan, kurang pemahaman kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah sehingga guru masih menggunakan cara lama dalam proses pembelajaran. Problematika ini Kurikulum PAI harus sangat diberi perhatian, terhadap pelaksanaan proses pembelajaran. Hal ini juga menjadi pekerjaan berat bagi guru agama karena sangat dijadikan pedoman dalam proses pembinaan akhlak dan keilmuan siswa. Apabila aspek mendasar ini tidak diperhatikan maka akan berakibat fatal terhadap pemahaman masyarakat terkait dengan pembelajaran agama. Penyampaian diatas dapat diketahui bawah pendidikan agama di sekolah mengalami masalah yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.

     

    B.     Metode

     

                Terkait dengan jenis penelitian yang peneliti lakukakn ini menggunakan penelitian pustaka yaitu mengkaji kembali konteks-konteks pengembangan kurikulum dan problematika dari berbagai ahli. Hasil analisis yang digunakan dengan analisis isi. Penulis melakukannya dengan mendalam terkait dengan konteks-konteks yang telah disampaikan beberapa pakar. Teknik keabsahan data menggunakan trianggulasi sumber dengan mengkoreksi beberapa sumber buku, artikel dan lainya sebagai bahan penulisan ini.

     

    C.    Hasil dan Pembahasan

     

    1.      Tinjauan Kompetensi Guru

                Makna kompetensi dapat diartikan tentang cakap atau mampu dalam menjalankan tanggung jawabnya. Kompetensi Guru adalah Kegiatan yang bertanggung jawab dan layak untuk melaksanakan kewajiban yang telah diampuh oleh seorang guru. ( Uzer Usman,2000) . Kompetensi guru adalah bentuk kesatuan dari beberapa konsep diantaranya terdiri dari keterampilan, pengetahuan serta sikap yang wajib dimiliki, dikuasai oleh seorang pendidik untuk mewujudkan sikap profesionalitas dalam menjalankan tugasnya. (Sarimaya 2008, : 17).

                Seorang guru adalah pekerjaan dengan ketrampilan khusus sebaik guru (Usman 2007:1). Sebab itu, seorang guru harus mempunyai kualifikasi tertentu untuk menjabat sebagai guru. Kualifikasi tersebut yaitu guru harus mempunyai kemampuan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Kualifikasi lainya seorang guru dalam keaadan baik secara jiwa raganya, serta mempunyai ijazah yang berkaitan dengan kependidikan.

                Al Ghazali menyampaikan dalam Rosadi (2002) Orang yang memiliki ilmu kemudian menyampaikan ilmunya dalah orang yang bertanggung jawab di dunia kependidikan. Seorang itu telah memiliki kehormatan juga bagian penting dalam pekerjaanya, tugasnya adalah menjaga sopan santu serta perilaku akhlaknya.

                Perwujudan profesionalitas sebagai seorang guru setidaknya guru harus memiliki empat kompetensi yang dijadikan sebagai pedoman, kompetensi pedagodik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi Profesional. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. (Gintings, 2008: 12)

     

    a.       Kompetensi Pedagodik

                Kompetensi pedagogik yang harus dimiliki seorang pendidik adalah pengembangan afektif dan pengembangan kognitif. Hal ini meliputi pengetahuan, pemahaman, kesadaran, penerapan, analisa, sintesis, penilaian, penghayatan dan partisipasi, kesadaran, partisipasi, penghayatan, pengorganisasian dan karakteristik diri.

                Pengembangan sifat kognitif terlihat dari kemampuan mengingat apa yang telah dipelajari, kemampuan menangkap apa yang telah dipelajari, kemampuan melaksanakan kegiatan yang telah dipelajari, kemampuan menjelaskan sesuatu menjadi pola sehingga dapat dipahami, kemampuan mengolaborasi bagian menjadi suatu yang utuh dan kemampuan memberikan nilai terhadap sesuatu yang dikerjakan.

                Pengembangan sifat afektif terlihat dari kemampuan memperhatikan sesuati, kemampuan terlibat dalam kegiatan, kemampuan menerima nilai, kemampuan mengelola sistem diri dan kemampuan memiliki pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukanya.

    b.      Kompetensi Kepribadian

                Kompetensi Kepribadian adalah keunggulan guru untuk menggambarkan sosok pribadi yang memiliki jiwa baik hati, konsisten, dewasa, arif,bijaksana dan memiliki akhlak mulia sehingga menjadi panutan bagi siswa.

                Bentuk perwujudan kompetensi kepribadian guru dilihat dari kepribadian yang baik hati dan konsisten, dinilai dari kecakapan dalam menjunjung norma hukum dan norma sosial yang berlaku. Memiliki jiwa yang dewasa sebagai bentuk kemandirian dalam melakukan tanggung jawab kependidikan dengan etos yang tinggi. Jiwa yang arif ditunjukan melalui perlakuan yang memiliki kemanfaatan bagi siswa, sekolah dan masyarakat melalui tindakan, fikiran yang terbuka. Kepribadian yang bijaksana ditunjukan dengan etos kerja yang positif serta disegani. Akhlak mulia ditunjukan dengan beriman, bertaqwa, ikhlas dalam tindakan yang dilakukanya.

    c.       Kompetensi Profesional

                Kompetensi profesional bentuk pemahaman materi aja yang wajib di mengerti secara luas, hal ini mencakup pemahaman materi ajar, isi keilmuan dan struktur keilmuan yang dikuasai. Kompetensi Profesional dijelaskan oleh slamet (Sagala 2009:39) memuat bahwa untuk menunjang Profesionalitas seorang pendidik harus memahami, mata pelajaran yang disiapkan, memhami standart isi, standart kompetensi dan bahan ajar yang ditetapkan, mengerti keilmuan yang diajarkan, mengerti konsep mata pelajaran dan penerapan loka keilmuan untuk kehidupan sehari-hari.

     

    d.      Kompetensi Sosial

                Kompetensi sosial adalah bentuk perwujudan kepekaan guru sebagai pribadi sosial dalam berkomunikasi dengan orang. kompetensi ini memiliki hubungan kemampuan guru sebagai pribadi sosial. Hal ini senada dengan yang disampaikan (Sagala 2009:39) bahwa Karakteristik Sosial pendidik diukur dari kemampuan berintraksi antar pendidik, wali murid dan masyarakat. Kunci dari sikap sosial guru tertuju dari segi interaksi positif. Interaksi ini diwujudkan proses mempengaruhi untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan untuk proses perubahan. Sebagai pribadi sosial, sorang guru harus memiliki sifat santun, bisa berinteraksi dengan masyarkat secara efektif untuk menyampaikan energi positif. Hal ini dapat dijadikan sebagai cara untuk menarik lingkungan masyarakat sehingga memudahkan dakwah yang dilakukan oleh sekolah.

     

    2.      Guru Pendidikan Agama Islam Sebagai Pengembang Kurikulum

    a.       Langkah-Langkah Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pengembangan Kurikulum

                Guru merupakan seorang yang dituntut sebagai wadah dalam mendidik peserta didik dilingkugan sekolah  dalam hal itu maka guru haruslah memberikan pengetahuan dan kompetensi dengan sepenihnya kepada peserta didik, pada proses belajar mengajar tentunya kita harus mengetahui dan memahmi proses dalam mendidik, menjadi sebuah problematika jika guru sebagai pendidik tidak mengetahui dan memahami dari apa yang akan dilakukan seperti dalam memahami kurikulum dan pembelajaran, kurikulum tentunya tidak serta merta diikuti tetapi sebagai guru harus memiliki kreatifitas dalam pengembangan kurikulum khusunya pada bidang pendidikan agama islam dalam proses mengajar ada beberapa langkah yang harus di ikuti diantaranya: Merencanakan proses belajar, menentukan tujuan pengajaran, menentukan bahan ajar, menentukan metode pembelajaran dari langkah-langkah tersebut seorang guru harus benar-benar memahami dan mengetahui agar dalam pelaksanaan tidak ada ketimpangan dan problematika dalam pengembangan kurikulum (Surjan, 1989 :28).

    b.      Langkah-Langkah Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pelaksanaan Kurikulum

                Melaksanakan perencanaan kurikulum menjadi kebutuhan pokok dalam pengajaran akan menjadi ketimpangan jika perencanaan dan pelaksanaan tidak sesuai maka dengan itu harus ada kesinambungan antara perencanaan dan pelaksanaan, jika dalam proses perencanaan tidak berjalan maka akan menjadi salah satu problematika dalam pengembangan kurikulum, guru pengajar pendidikan agama islam dituntut harus memahami dan mengerti dalam proses pelaksanaan, ada beberapa langkah yang harus diikut sehingga perencanaan dapat maksimal dilakukan diantaranya: Langkah Pemula, langkah pengajar, langkah penilaian dan langkah lanjutan, dari langkah-langkag yang ada langkah pemula dapat dikatakan guru mempersiapkan terhadap peserta didik dalam proses belajar sedangkan langkah belajar sebagai langkah dalam prosesi pembelajar di sekolah dan tahap penilaian dan lanjutan menjadi satu kesatuan pada evaluasi dan hasil yang telah di kerjakan selama prose pembelajaran sehingga dapa diuraikan dan lihat sebarapa persen perncanaan berjalan dilapangan (Surjan, 1989 :86).

    c.       Langkah-Langkah Guru Pendidikan Agama Islam dalam Penilaian Kurikulum

                Setelah langkah perencanaan, kurikulum, langkah pelaksanaan kurikulum dan selanjutnya langkah dalam penilaiaan kurikulum, dalam langkah penilaiaan ini tentu sangat beragam muali dari proses pembelajaran, kognitif efektif dan pisikomotorik, penilain keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum, pelaksanaan penilain kurikulum ini pun harus bersifat terus menerus tidak hanya sekedar sebagai tunttan dan tanggung jawab yang ada tetapi murni untuk mencari kekurangan dan untuk menyempurnakan kurikulum yang dilakukanya, tanpa adanya evaluasi secara menyeluruh maka tidak akan menemukan kelemahan dan kekurangan pada kurikulum yang dilakukan, sebagai bentuk pengembangan kurikulum yang ada hendanya guru pendidikan agama islam harus lebih teliti dan memahami dalam evaluasi pada kurikulum pendidikan agama islam dimana kurikulum pendidikan agama islam sendiri menyangkut pada aspek kognitif, efektif dan pisikomotorik secara keseluruhan.

                Dalam penilaaan secara menyeluruh menjadikan kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai rencana, kurikulum sebagai hasil, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai bahan ajar, kurikulum sebagai bahan ajar, kurikulum sebagai kualitas guru dan murid, kurikulum sebagai sarana dan prasaran pengajaran. (Sukmadinata, 1988 :191)  pada penilaian itu sendiri mengikuti saran yang akan dinilai agar pendekatanya sesuai dengan asasran yang akan dilakukan penilaian, seperti contohya pada evaluasi peserta didik kognitif  maka dengan melihat hasil belajar peserta didik dan pencapaian peserta didik yang dilakukan melalui ujian-ujian, tes dan lain sebaginya sedangakan pada ranah pisikomotorik dapat diambil sebagai peilaiin dengan melakukan praktek- praktek, pada pendidikan agama islam praktek menjadi suatu kebutuh yang dapat menunjang pemahaman dalam memahami keagamaan dan praktek pada kehidupan sehari-hari

    3.      Faktor-Faktor Problematika Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Era Modern

                Pendidikan merupakan satu bagain penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dimana ilmu pengetahuan dinilai sebagai salah satu sumber daya manusia yang harus dipenuhi agar manusia mampu mengikuti kehidupan yang hakiki pada masing-masing lembaga yang diiginkan, pada dasarnya pendididan lah yang memberikan jamina kehidupan manusia dimasa yang akan mendatan sesuai kapasitas dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu, berbica masalah pendiidkan maka tidak akan lepas dari komponen-komponen pendidikan yang dibutuhkan dimana dari komponenn itu sangat berkaitan diantaranya: masyarakat, sekolah, dan guru dari komponenn ini jika salah satu tidak ada maka aka nada ketimpangan dalam proses pendidikan sekolah akan membutuhkan siswa yang notabenya masyarakat yang membutuhkan pendiidkan sedangkan masyarakat sendidri membutuhkan sekolah untuk pendidikan anak-anaknya, kemudian guru menjadi perantara dalam menjalankan proses belajar guru sebagai wasilah dalam memberikan pengetahuan dan ilmu pengetahuan terhadap peserta didik.

                Pada komponen pendidikan yang ada maka akan menimbulkan beberapa pengaruh dalam dunia pendidikan tidak menutup kemungkinan sekolah berdiri diatur oleh pemerintah dan UUD yang ada maka peraturan peraturan yang ada akan berdampak pada komponen pendidikan, kurikulum menjadi jantuk pendidikan yang harus di ikuti dan dijaga agar tidak rusak pada proses pembelajaran maka dengan itu kemurnian kurikulum hanya bisa dikembangkan oleh masing-masing guru pengajar yang ada di sekolah, tentunya kita tau mdan mengerti letak geografis negara Indonesia tercatat berbagai macam situasi dan kondisi seprti halnya layanan pendidikan yang ada dikota dan didesa akan berbeda, yang berad didatarn tinggi dan dataran rendah pun akan berbeda, maka dengan perbedana lebaga pendiidkan yang ada guru pengajar dan lembaga sekolah masing-masing dituntu untuk menegmbangakan kurikulum pemerintah sesuai kapasitas dan kondisi serta situasi yang di alamaianya.

                Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum disusun dan sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan yaitu.

     

    a)      Meningkatakan keiman dan ketakwa;

    b)      meningkatan akhlak mulia (Akhlakul Karimah)

    c)      meningkatan potensi, kecerdasan, dan minat, bakat peserta didik;

    d)      keragaman potensi daerah dan lingkungan;

    e)      tuntutan pembangunan daerah dan nasional;

    f)       tuntutan dunia kerja;

    g)      perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama;

    h)      dinamika perkembangan global; dan

    i)        persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan

     

            Dari Pasal yang ada Maka tuntutan yang dicapai sangatlah tinggi dah harus terpenuhi dari kaca penegtahuan dan pendidikan tuntutan tersebut mengacu pada keterlibatan anatara pendidikan, masyarakat, guru, social, budaya, keagamaan, negara kesatuaan, nilai-nilai, teknologi, seni, masadepan dan lain sebagainya dari tuntutan itu diharuskan komponen pendiidkan harus memahami dan bekerja sama dlam emncapai kurikulum yang diharapkan

     

    a.       Faktor Internal

                Pada problematika pengembangan kurikulum terdapat beberapa faktor internal  yakni faktor internal pertama  dari guru atau pengajar, sudah menjadi kewajiban bagi guru mengemban profesi yang disandangnya diman guru menjadi titik pusat pada proses pendidikan dalam menjelankan tugas sebagai guru ada beberapa hal yang harus di menegrti dan difahami bahwasanya guru sebagai pendidik harus transfet ilmu (transfer of knowledge), transfer nilai (transfer of value), dan transfer keterampilan (transfer of skill). Maka dengan itu seorang guru harus memenuhi berbagai rana untuk bisa pengembangan prose belajar sehingga proses belajar bisa berjalan dengan efektif dan efesian dintaranya pada ranah kognitif yakni guru haraus memebrikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dari mulai yang tidak tau menjadi mengerti dan memahami, kemudan ranah afektif yakni guru menjadi penguat hati peserta didik dalam arti guru haruslah memberikan nilai-nilai-norma-norma keagamaan dan budaya sosiala yang ada dimasyarakat agar peserta didik dapat mengikuti norma dan niali yang ada dimasyarakat, selanjutya pada ranah psikomotorik guru haruslah memberikan berbagi macam ketrampilan kepada peserta didik dengan tujuan peserta diidk dapat menyalurkan skill atau kemapuan untuk masadepn pada individu pesrta didik yang sudah hidup dilingkungan masyarakat, maka dapat dikatakan disingakt menhjadi H3 yakni Head (kepal), Heart (Hati), dan hand (tangan).

                Pemaslahn yang harus disikapi dengan seris tentuna pada guru yang akan menjalankan kurikulum disekolah pada dasrnya banyak guur yang mengajar disekolah tidak mengetahui fungsi dan tujuan menjadi guru system perekrutan pada guru haruslah semaksimala mungkin sesuai dengan kebutuhan dan keseuain pada sekolah tidak hanya bersifat semntara, rikrutmen pada guru pengajar belumlah menjamin akan menjadikan calon pendiidkan yang kopeten dikarnakan pada awal rikrut seorang guru hanya diberikan tes pengetahun umumnya saja sedangan dalam bidang  pengajaran belem tentu menjadikan guru memiliki motivasi dan semangat menjadi guru maka dengan itu hendanya pada proses pengajaran haruslah di perhitungkan dengan tujuan yang maksimal.

                Faktor internal yang kedua terletak pada siswa atau peserta didik banyak sekali sebutan dan julukan pada penuntut ilmu bisa menjadi muris, siswa, peserta didik, santri, daan mahasiswa, meskipun bebeda-beda tetap menjadi satu kesatuan bahwasanya murid menjadi orang yang membutuhkan ilmu pengetahuan untuk menujang kehidupan dimasa yang akan mendatang, banyaknya pola pikir peserta didik yang menganggap bahwasanya pendidkan dinilai tidaklah terlalu penting dikarnakan kurangya pendekatan dan komunikasi antara guru dan masyarakat, lebih mendalam lagi pihak kelaurga yang mengangap hanya sebagai program sementara saja ini menjadi fakor problematika dalam penegmbangan kurikulum, dengan iti anatara guru, murid, masyarakt dan keluarga haruslah berkesinambungan.

    b.      Faktor Eksternal

                Pada faktor eksternal ini lingkup yang dintara lain pada perubahan soial dan budaya yang sesuai dengan yang dinginkan masyarakat menjadi satu keharus dalam menunjang dan mempengaruhi perubahan kurikulum dikarnakan perkembangan haruslah dilihat dati segi social budaya yang ada sehingga pengmbangan kurikulum bisa mengikuti dan sesuai apa yang dinginkan, pandangn orantua dan anaknya pun menjadi siklus dalam perncanaan pengembangan kurikulum nilai-nilai-dan norma-norma yang berlaku, kemudian pada syarat dan ketentuan pemerintah antara keiginan dan harapan pemerintah dan masyarakat banyak yang berbeda dikarnakan letak dan budaya geografis pada lembaga sekolah itu sendiri sehingg menjadi keterbatasan dalam pengembanagan kurikulum.

                Perubahan alam dan bidang study menjadi salah satu faktor eksternal yang memoengaruhi dalam arti kurikulum hendaknya berkembang seuai tahapan dan bertahap dari zaman ke zaman agar kurikulum bisa mengikuti zaman yang dihadapinya, system dan potensi guru menjadi foktor eksternal dalam pengembangan dalam hal ini potensi guru yang kurang mempuni akan menjadikan pengembangan kurikulum terganggu dan kurang efektif hendaknya pengajaran dan pelatihan terhadap guru lebih di perhatikan dan di seleksi dengan baik, dari bebrapa faktor yang ada maka harus di perbaik dan di evaluasi sekasimal mungkin agar proses dalam proses pengajaran dapat berjalan dn sesuai keinginan dan harapan pada masyarakat, murid dan guru serta kurikulum.

     

     

    D.    Simpulan  

     

         Pada dasarnya problematika pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di era modern ini sangat kompleks sekali. Hal ini didasari oleh perlunya kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru dalam proses pengembangan serta pelaksanaan kurikulum ini. Perlunya kompetensi yang maksimal untuk proses pengembangan kurikulum ini dapat didasari melalui kepemilikan kompetensi Pedagodik untuk pengembangan ranah afektik dan kognitif, kompetensi kepribadian untuk menggambarkan jiwa sosial yang dimiliki oleh guru, kompetensi profesional untuk mewujudkan guru yang mampu menguasai materi ajar pendidikan agama islam, kompetensi sosial berguna untuk berinteraksi orang lain sehingga dapat menyampaikan isi pembelajaran pendidikan agama islam.

    Guru pun dituntut untuk memahami sejauh mana kurikulum yang telah didistribusikan oleh pemerintah, untuk dapat menjalankan kurikulum sebaik mungkin. Namun kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah tidak semerta-merta sesuai dengan realita lapangan, ini menjadi tugas yang harus dilakukan oleh guru sebagai bentuk pengembangan kurikulum. Proses pengembangan yang dilakukan Guru Pendidikan Agama Islam mencakup proses pembelajaran, menentukan arah tujuan pengajaran, mencari bahan ajar serta efektivitas metode pembelajaran, sehingga tidak ada ketimpangan dalam proses pengembangan kurikulum. Proses pengembangan yang telah dilakukan gurupun harus dapat dilaksanakan dengan seefektif mungkin sehinggal kurikulum yang telah dirancang dapat dilaksanakan dengan baik serta mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanakan yang dilakukan menggunakan langkah pemula, langkah pengajar, langkah penilaian dan langkah lanjutan. Proses terakhir guru juga harus dapat menilain kurikulum, penilaian ini dapat dilihat dari proses pembelajaran, segi kognitif, efektif, psikomotorik

    Proses pengembangan kurikulum yang telah dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam serta merta tidak berjalan sesuai apa yang direncakanan, banyak faktor-faktor yang menghambat proses pengembangan tersebut. Faktor internal menjadi salah satu penghambat pengembangan kurikulum, hal ini didasari oleh kurang fahamnya tujuan, fungsi kurikulum. Sehingga mengakibatkan tidak selarasnya apa yang diharapkan oleh kurikulum itu sendiri. Adapun faktor pengaruh dari luar yaitu perubahan kondisi zaman menyebabkan kurikulum harus terus mengikuti zaman, hal ini tidak pula dikuatkan dari segi seorang guru tersebut.

     

    Daftar Rujukan

    Sukmadinata, Nana, Syaodih, Prinsip dan LAndasan Pengembangan Kurikulum, Jakarta Debdikbut, 1988.

    Sujana, Nana Dasar-daras Proses Belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru 1989

    Suryana, D. 2013. Pengetahuan Tentang Strategi Pembelajaran, Sikap, dan Motivasi Guru. Jurnal Ilmu Pendidikan.

    Nasution S. 2008. Asas- Asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara.

    Reksoatmodjo, Tedjo Narsoyo. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi & Kejuruan. Bandung: Refika Aditama.

    Ali, M. (2010). Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Amiruddin, et al. (2017). Manajemen Kurikulum. Medan: Perdana Publishing.          

    Sarimaya, Farida. 2008. Setifikasi Guru. Bandung : Yrama Widya.

                Sagala,S., 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta

                Usman, Moh. Uzer. 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

                Gintings, Abdorrakhman. 2008. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora.

                Rosadi, Khoiron. 2002. Pendidikan Profetik. Yogyakarta : PustakaPelajar.

    Supriati, A., & Umar, M. (2018). Optimization of the Civic Education as the Effort to Strengthen National Character in Multicultural Community. https://doi.org/10.2991/acec-18.2018.46

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     



     

  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Art Education. Diberdayakan oleh Blogger.

Postingan Populer