Perubahan
dalam masyarakat memang telah ada sejak zaman dahulu. Namun saat ini perubahan
-perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepatnya, sehingga membingungkan
manusia yang menghadapinya. Perubahan-perubahan sering berjalan secara
konstan.Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat dunia saat ini
merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat
kebagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi modern. Penemuan-penemuan
baru di bidang teknologi yang terjadi di suatu tempat, dengan cepat dapat
diketahui oleh masyarakat lain yang berada jauh dari tempat tersebut.
Perubahan
akan selalu berlaku pada setiap manusia dan masyarakatnya, setiap saat
dimanapun mereka hidup dan berada. Untuk itu kami berusaha menjelaskan mengenai
perubahan sosial dan bentuk-bentuknya secara lebih lanjut.Perkembangan
masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat tersebut, baik itu
lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat, maka dilakukan pembangunan pada
keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan pembangunan itu tidak hanya
dilakukan oleh pihak pemerintah saja tetapi juga melibatkan peran serta pihak
yang berwajib.
Perubahan
yang terus bermunculan dan semakin maju tentunya tidak semua berdapak positif
terhadap kehidupan social manusia, dengan adanya perubahan teknologi, ekonomi
serta zaman yang semakain baru maka sesuatu hal yang tidak kita kenalipun akan
sering bermunculan dengan adanya damapak yang telah diciptakan oleh manusia itu
sendiri, tidak menutup kemungkinan saat ini pula dunia sedang dilanda besar
besara dengan wabah yang berwujud sangat baru, dari berbagai sumberpun
mengatakan wabah tersebut berasala dari perubahan pola piker manausia yang
dituangkan dan di aplikasikan dalam bentuk senjata, jika kita telaah menemukan
sesuatu hal yang baru dan belum ada pastinya akan memberikan dampak yang baik
tetapi dari kemunculan hal yang baru itupun akan menciptakan dampak yang kurang
baik pula jadi perkembangan itu penting tetapi menmikirkan dampak perubahan itu
juga jauh lebih penting
Jika
kita lihat dari sudut pandang saat ini perkembangan masyarakat sangatlah
merosot dan jatuh dikarnakan wabah yang melanda masyarakat dunia, Kalangan
pengusaha menilai virus corona telah membawa dampak negatif besar terhadap
perekonomian Indonesia. Sejumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai terjadi.
Bahkan ada kemungkinan karyawan tunjangan hari raya (THR) tak bisa dibayarkan
dan menjadi perhatian belakangan ini. Pasalnya, virus corona telah menggangu
mata rantai produksi industri sehingga perputaran bisnis tak lancar, sementara
kewajiban para pengusaha tetap harus berjalan. Wakil Ketua Umum Dewan
Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang menyebut bukan tidak mungkin
pengusaha tidak mampu membayar THR sepenuhnya karena dampak corona atau
covid-19 sudah sangat memukul sektor usaha.
Perkembangan
masyarakat terhadap pekerjaan juga harus di landasi dengan sector-sektor yang
mendukungnya tidak hanya berjalan sendiri tanpa da sector yang membantu baik
dari sector ekonomi, sector budaya, sector teknologi dan lain sebagainya.
1) Apa
Faktor yang mempengaruhi perkembangan masyarakat Pada pola pekerjaan ?
2) Bagaimana
dampak Perkembangan masyarakat setelah adanya virus COVID 19?
3) Bagaimana
Menaggulagi dampak yang terjadi saat ini terhadap perkembangan Masyarakat pada
pola pekerjaan Masyarakat?
1) Untuk
memenuhi tugas tugas akhir dari dosen pegampu
2) Untuk
mengetahu Apa saja Faktor yang mempengaruhi perkembangan masyarakat Pada pola
pekerjaan
3) Untuk
mengetahui Bagaimana dampak Perkembangan masyarakat setelah adanya virus COVID
19
4) Untuk
Mengetahui Bagaimana Menaggulagi dampak yang terjadi saat ini terhadap
perkembangan Masyarakat pada pola pekerjaan Masyarakat
A.
Faktor
yang mempengaruhi perkembangan Masyarakat
Masyarakat sangatlah rentan
terhadap faktor-faktor yang masuk, sehingga akan mempengaruhi perkembangan
masyarakat sangat banyak sekali faktor-foktor yang mempengaruhinya diantaranya
ialah:
a)
Pengertian
perkembangan Sosial
Perkembangan sosial dapat
dikatakan sebagai suatu perubahan dari gejala-gejala sosial yang ada pada
masyarakat, dari yang bersifat individual sampai yang lebih kompleks.
Adapun pendapat para ahli
tentang perubahan sosial adalah sebagai berikut:
a. William
F. Ogbourn (1964), mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan sosial meliputi
unsur-unsur kebudayaan material dan immaterial, yang ditekankan pada pengaruh
besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.
b. Kingsley
Davis (1960), mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang
terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, timbulnya
penggorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah menyebabkan
perubahnan-perubahan dalam hubungan antara buruh dan majikan yang selanjutnya
menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasai ekonomi dan politik.
c. Mac
Iver (1937:272), mengartikan bahwa perubahan sosial sebagai perubahan dalam
hubungan sosial (perubahan yang dikehendaki dan perubahan yang tidak
dikehendaki) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium)
hubungan sosial.
d. Gillin
dan Gillin (1957:279), mengartikan perubahan sosial adalah suatu variasi dari
cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi
geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, dan ideologi maupun karena
adanya difusi atau penemuan-penemuan barudalam masyarakat.
b)
Bentuk-Bentuk
Perkembangan Sosial
Perubahan sosial dapat
dibedakan dalam beberapa bentuk, antara lain:
1. Perubahan
Sosial Yang Lambat Dan Perubahan Sosial Yang CepatPerubahan sosial yang lambat
atau evolusi, yaitu perubahan yang memerlukan waktu yang relatif lama dan
beberapa rentetan perubahan – perubahan kecil yang saling mengikuti dengan
lambat. Terjadinya perubahan ini bersifat alamiah tanpa adanya suatu rekayasa atau
perencanaan, yang merupakan upaya masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan
keperluan, situasi, dan kondisi baru, yang muncul sejalan dengan pertumbuhan
masyarakat.Teori tentang perubahan sosial secara evolusi ini dapat digolongkan
ke dalam tiga kelompok, yaitu:
·
Didasarkan atas
pandangan teori unilinear theories of evolution, yang menyatakan bahwa
masyarakat mengalami perkembangan melalui tahap-tahap tertentu, mulai dari
sederhana – kompleks – sempurna.
·
Didasarkan atas
pandangan universals theory of evolution, yang menyatakan bahwa perkembangan
masyarakat tidak perlu mengikuti tahap-tahap tertentu yang tetap, karena
perubahan sosial itu terjadi dengan mengikuti garis evolusi.
·
Didasarkan atas
pandangan multilined theory of evolution,
yang merupakan gabungan dari kedua teori di atas, dan lebih mengutamakan
adanya penelitian secara ilmiah terhadap perubahan sosial yang terjadi pada
masyarakat.
Perubahan sosial yang
berlangsung cepat (revolusi), yang meliputi dasar-dasar atau sendi-sendi pokok
kehidupan masyarakat. perubahan sosial yang bersifat cepat ini dapat terjadi
karena direncanakan atau tidak direncanakan terlebih dahulu. Agar perubahan
sosial itu dapat berlangsung secara revolusioner, maka terdapat beberapa syarat
yang harus dipenuhi, yaitu:
o
Harus ada
keinginan umum untuk mengadakan perubahan, seperti adanya perasaan tidak puas
terhadap suatu keadaan atau kepemimpinan.
o
Harus adanya
seorang pemimpin atau kelompok yang mampu mengakomodasi keinginan masyarakat
dan merumuskannya dalam suatu program dan arah gerakan, memimpin dan
menggerakan masyarakat untuk mengadakan revolusi.
o
Didukung oleh
sistem ideologi dan pandangan hidup masyarakat yang kuat.
o
Adanya momentum
yang tepat untuk mengadakan suatu gerakan atau perubahan sosial.
2.
Perubahan
Kecil dan Perubahan Besar
Perubahan
kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak
membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat, seperti adanya
perubahan model pakaian. Perubahan ini tidak akan membawa pengaruh besar tehadap
masyarakat secara keseluruhan, karena tidak menimbulkan perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan. Berbeda dengan apabila terjadi industrialisasi
di mana masyarakat agraris yang semula matapencahariannya dari bertani berubah
menjadi tenaga buruh. Hal ini akan membawa pengaruh besar terhadap perubahan
masyarakat. Misalnya dalam masyarakat petani rasa kebersamaannya lebih erat
yang nampak pada kegotongroyongan, sedangkan dalam masyarakat industri relatif
lebih netral dan kurang kebersamaan sehingga cenderung individualistis.
3.
Perubahan
Yang Direncanakan Dan Tidak Direncanakan
Perubahan yang
direncanakan (planned change) atau yang dikehendaki (intended change) yaitu
perubahan-perubahan sosial yang sebelumnya telah direncanakan atau diprogramkan
oleh warga masyarakat.Orang yang menghendaki perubahan dan memimpin perubahan
dalam masyarakat disebut agent of change. Cara–cara yang dipakai untuk
mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan dinamakan
rekayasa sosial (social enginering) atau sering disebut perencanaan sosial
(social planning).
Perubahan yang tidak
direncanakan (unplanned change) atau tidak dikehendaki (unintended change),
berlangsung di luar perkiraan atau jangkauan masyarakat dan dapat menimbulkan
konsekuensi sosial yang tidak diharapkan oleh masyarakat, tetapi perubahan ini
mungkin dapat diterima oleh masyarakat. Misalnya hilangnya otoritas kaum
bangsawan dalam masyarakat atau berkurangnya peranan alim ulama dalam kehidupan
masyarakat.
c)
Perubahan
Yang Terjadi Pada Masyarakat Indonesia
Dalam proses pembangunan
semua pemikiran, teknologi, dan ilmu
pengetahuan dimanfaatkan untuk memajukan suatu bangsa. Karena pemikiran,
teknologi, dan ilmu pengetahuan banyak dikembangkan di luar negeri khususnya
negara industri, maka dewasa ini negara berkembang seperti Indonesia mengalami
proses industrialisasi, yaitu penyebarluasan teknologi dan cara kerja yang
lebih produktif. Jadi, dalam proses industrialisasi ini masyarakat perlu
dipersiapkan untuk menerima dan menggunakan teknologi baru yang dapat
membantunya dalam meningkatkan penghasilan guna kesejahteraan hidupnya. Oleh
karena itu, menurut para ahli sosiologi bahwa untuk mencapai suatu fase
perubahan terlebih dahulu diperlukan suatu kematangan sosial budaya.
Di negara industri,
perubahan masyarakat akhirnya telah memungkinkan lahirnya kolonialisme,
sehingga kemajuan negara industri sekaligus telah menghambat negara yang kini
dikenal sebagai negara berkembang seperti Indonesia.
Istilah industrialisme
berbeda dengan pengertian istilah industrialisasi. Industrialisme merupakan
suatu bentuk khusus dari perubahan teknologi. Beberapa ciri industrialisme,
antaralain :
1.
Adanyaperbedaandalampembagianpekerjaanantarapihak yang memproduksi
alat alat produksi dan pihak yang
menggunakan alat-alat tersebut.
2. Adanya pergantian tenaga kerja manusia oleh
tenaga mesin.
3. Penggunaan energi mekanik seperti uap,
listrik dan bahkan nuklirsebagai bahan bakar.
Perbedaan antara konsep
industrialisasi dan industrialisme ialah bahwa dalam proses industrialisme,
perubahan terjadi dengan memaksakan teknologi asing kepada suatu masyarakat
lain ke mana teknolgi tersebut dipindahkan, sedangkan dasar sosial budaya
sebagai persiapan tidak dihiraukan. Lain halnya dengan proses industrialisasi
yang diperkenalkan dengan terlebih dahulu mempersiapkan suatu masyarakat untuk
menerima dan menggunakan teknologi baru tersebut.
Kelemahan industrialisme
ialah tidak memperhatikan bahwa sebagai akibat teknologi yang baru akan terjadi
suatu perubahan hubungan sosial atau hubungan kerja. Selanjutnya industrialisme
juga tidak memperhatikan atau mengadakan perbedaan antara dampak sosial primer
(primary social effects) dan dampak sosial sekunder (secondary social effects).
Dampak sosial primer ialah gejala umum seperti urbanisaasi, peningkatan
mobilitas sosial secara vertikal dan mendatar. Dampak sosial sekunder merupakan
akibat dari perubahan sosial primer tadi dan ditemukan antara lain dalam bentuk
gejala berubahnya cara hidup dan hubungan dalam keluarga, berkurangnya wibawa lembaga
tradisional, timbulnya kebutuhan rekreasi baru, dan sebagainya.
Kalau kita amati dari
uraian tersebut, maka kita dapat mengatakan bahwa yang terjadi di Indonesia
selama ini adalah bukan industrialisasi akan tetapi industrialisme, karena
dapat kita lihat dari munculnya urbanisasi secara besar-besaran dan
tersingkirnya tenaga kerja tradisional karena telah diganti dengan tenaga
mesin. Lain halnya dengan proses industrialisasi, karena dalam proses ini
sangat memperhatikan keterampilan dan kesempatan masyarakat untuk menikmati
hasil teknologi baru.
Dewasa ini masyarakat
dunia sedang mengalami transisi dari masyarakat industri ke masyarakat pos
industri. Transisi ini terjadi apabila lebih dari lima puluh persen tenaga
kerja terlibat dalam pekerjaan yang bukan produksi atau sejenisnya, melainkan
dalam bidang pelayanan jasa (Doyle paul Johnson). Jika kita cermati pernyataan
ini, nampaknya masyarakat Indonesia belum termasuk ke dalam masyarakat pos
industri sekalipun indikasi mengarah pada masyarakat pos industri itu sudah
nampak. Hal ini dapat kita lihat dengan bermunculannya layanan-layanan jasa,
seperti layanan jasa bank, jasa transportasi, jasa informasi, jasa komunikasi,
jasa pos, jasa bimbingan belajar dan sebagainya.
Perubahan masyarakat dari
agraris ke masyarakat industri telah menimbulkan berbagai dampak negatif
seperti juga yang dialami masyarakat Indonesia, seperti rusaknya lingkungan
hidup, terjadinya pencemaran udara, air, tanah. Dampak negatif ini baru terkena
pada alam, belum lagi terjadinya pergesran nilai-nilai, sikap, norma-norma
dalam masyarakat, seperti munculnya gejala individualistis, materialistis, dan
sikap hedonisme dan sikap-sikap lain yang tidak sesuai dengan budaya bangsa
Indonesia.
Perubahan sosial lain
yang muncul di masa kini dalam masyarakat Indonesia seperti hilangnya atau
menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi sosial yang
sudah mapan (terutama institusi politik dan ekonomi), misalnya menurunnya
kepercayaan masyarakat terhadap partai politik, terhadap DPR, terhadap
pemerintah, terhadap bank, dan sebagainya.
B. Dampak Pekembanan
masyarakat adanya virus COVID 19
Pola
kerja dari rumah (Work From Home/WFH) diperkirakan bakal menjadi lebih lumrah
dalam penerapannya oleh sejumlah kantor perusahaan akibat dampak dari Covid-19.
Bahkan, pola kerja dari rumah diperkirakan akan berlanjut bakal setelah
pandemi dapat tertangani. "Kalau WFH
ini berlanjut cukup lama, artinya akan menjadi suatu protokol yang dijalankan
suatu perusahaan," kata Senior Director Office Services Colliers
International Indonesia (konsultan properti), Bagus Adikusumo, dalam paparan
properti virtual di Jakarta, Rabu (8/4).
Menurut dia, kemungkinan ke depannya WFH
akan menjadi model bisnis yang menarik untuk diteruskan sehingga bakal ada
berbagai penyesuaian dari pola kerja perusahaan. Namun, lanjutnya, bila memang
pola kerja akan semakin lebih banyak yang melakukan WFH maka diperkirakan juga
akan mengurangi permintaan terhadap ruang perkantoran.
"Sehingga suplai (pasokan ruang
perkantoran) yang sudah banyak juga akan semakin sulit untuk terisi,"
katanya.
Ia juga mengungkapkan, dampak lainnya dari Covid-19 adalah beberapa perusahaan yang memutuskan untuk menunda
pemindahan lokasi kantor baru mereka.Karena itu, mereka juga akan memutuskan
untuk tetap bertahan di lokasi lama selama sekitar 3-6 bulan.
Bagus menuturkan, hal tersebut karena masih
adanya ketidakjelasan. Misalnya, apakah aktivitas konstruksi akan termasuk yang
dilarang atau terkena tindakan tegas sehingga penataan lokasi kantor baru juga
bisa saja tidak berjalan.Senior Associate Director, Real Estate Management
Services Colliers International Indonesia Andy Harsanto menyatakan, tren ke
depannya dari kawasan perkantoran bukan lagi sekadar ke arah "hijau".
"Tren ke depannya kesadaran bukan lagi green building tetapi wellness,"
katanya dan menambahkan, yang dimaksud dengan wellness adalah kesejahteraan
menyeluruh dari seluruh pegawai yang bekerja di kantor.
Director, Industrial & Logistics
Services Colliers International Indonesia Rivan Munansa menyatakan meski pada
kuartal-I 2020 tidak banyak transaksi yang terjadi untuk kawasan industri. Akan
tetapi ke depannya, ia tetap optimistis bahwa industri akan terus berkembang.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
memastikan industri jasa keuangan seperti perbankan, pasar modal, dan industri
keuangan nonbank tetap dapat beroperasi di tengah penerapan pembatasan sosial
berskala besar di Jakarta. Menurut Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot dalam
keterangannya di Jakarta, Selasa (7/4) malam, kepastian itu sebagaimana
keterangan Pers Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Selain itu, pengecualian sektor jasa
keuangan dalam penerapan PSBB juga telah tercantum dalam Permenkes Nomor 9
Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka
Percepatan Penanganan Covid-19. Namun dalam operasionalnya, kata Sekar, OJK
meminta kepada lembaga jasa keuangan harus bekerja dengan jumlah minimum
karyawan.
Selain itu, tetap mengutamakan upaya
pencegahan penyebaran penyakit berupa pemutusan rantai penularan sesuai dengan
protokol di tempat kerja. Adapun untuk pengaturan bekerja dari rumah (Work from
Home) diserahkan kepada masing-masing lembaga jasa keuangan, self regulatory
organization (SRO) di pasar modal, dan lembaga penunjang profesi di industri
jasa keuangan.
C.
Pemerintah dalam menangulagi Covid 19
terhadap perkembangan masarakat
Dapat dilihat bahwa ada berbagai jalan
kebijakan untuk menanggulangi sebuah pandemi. Tiap jalan kebijakan pun memiliki
kelebihan dan kekurangannya sendiri. Jalan yang dipilih pun juga sangat
tergantung pada banyak hal yang perlu diperhatikan. Hal tersebut meliputi
kondisi infrastruktur kesehatan, perekonomian, dan kondisi masyarakat luas.
Indonesia sendiri memilih untuk menempuh jalan kebijakan menjaga jarak.
Mengutip dari Kompas, langkah utama untuk menjaga jarak datang dari pidato
Presiden Joko Widodo. Ia menekankan bahwa seluruh kegiatan belajar dan kerja
sebaiknya mulai dilakukan dari rumah. Selain itu, masyarakat juga perlu
menghindari beraktivitas di kerumunan termasuk dalam hal ibadah.
Gerakan
serupa juga datang dari jajaran pemerintah daerah dan inisiatif lokal.
Berdasarkan laporan Katadata, Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta telah
memberikan status kondisi darurat Covid-19 beserta lima imbauan untuk membatasi
berbagai macam interaksi sosial. Bentuk pembatasan yang ada meliputi pembatasan
kuota penumpang transportasi publik hingga pelarangan seluruh jenis kegiatan
ibadah bersama. Selain itu, ia juga membuat pemetaan para penderita yang
dikelompokkan berdasarkan daerah melalui situs resmi daring pemerintah.
Dari Jakarta bergerak ke timur, Pemerintah
Bogor telah menetapkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) di kotanya. Hal ini
diberlakukan setelah walikota beserta tiga warganya terjangkit Covid-19.
Pemerintah Tegal juga melakukan isolasi terbatas untuk mengurangi laju para
pendatang dari luar. Elemen masyarakat Indonesia pun juga mulai melakukan
lockdown secara lokal. Beberapa kampung di Kecamatan Pakem, Sleman juga
menerapkan penutupan wilayah mereka dengan menutup jalan masuk.
Walaupun berbagai inisiatif sudah muncul
dari berbagai elemen negara dan masyarakat, masih terdapat pelanggaran
kebijakan oleh beberapa pihak. Beberapa kantor masih menyuruh pekerjanya untuk
tetap hadir di kantor meskipun himbauan kebijakan Work From Home atau kerja dari
rumah sudah diberlakukan. Selain itu, pelanggaran juga dilakukan oleh beberapa
orang dalam pengawasan (ODP). Ada beberapa kasus yang mana pasien suspek
Covid-19 kabur dari rumah sakit. Misalnya, salah satu kasus terjadi karena
pasien ingin pulang terlebih dahulu. Pelanggaran-pelanggaran ini menandakan
bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah masih belum dianggap serius oleh
sejumlah masyarakat.
Menyadari hal tersebut, pemerintah juga
memberikan respons kebijakan. Misalnya, pemerintah menyatakan akan mulai menindak
tegas siapapun yang masih berkumpul dengan kontak langsung. Tindakan ini akan
diputuskan dan dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19,
baik di tingkat nasional maupun daerah.
Kebijakan
jaga jarak yang dipilih pemerintah bukanlah tanpa risiko. Perintah kebijakan
jaga jarak dalam jangka panjang dapat memperlambat kegiatan produksi ekonomi
(supply shock). Pembatasan interaksi sosial dapat mengurangi jumlah produksi
barang yang krusial. Hal ini berlaku untuk produksi baik di dalam maupun luar
negeri. Akibatnya, tingkat kegiatan dan permintaan ekonomi secara keseluruhan
juga akan terganggu. Perkiraan kerugian ekonomi global dari gangguan ini juga
tidak main-main jumlahnya. Dilansir dari Katadata, Bank Pembangunan Asia (Asian
Development Bank, red.) menyatakan kerugian ekonomi global akibat Covid-19
dapat berkisar dari US$76—347 miliar. Hal ini setara dengan penyusutan kegiatan
ekonomi dunia sebesar 0.4 persen.
Mengetahui
risiko yang ada dan dampaknya ke dalam negeri, Pemerintah Indonesia telah
mengambil beberapa langkah untuk menangani pandemi ini. Tetapi dalam
implementasinya, Pemerintah Indonesia masih berfokus pada kebijakan pencegahan
dan pembatasan. Prioritas pemerintah masih belum jatuh terhadap cara
penanggulangan dan perbaikan. Contoh kebijakan penanggulangan yang ada bisa
dilihat dalam pemberian paket bantuan berupa subsidi ke masyarakat kurang
mampu. Subsidi yang ada diberikan untuk memastikan bahwa mereka tetap bisa
hidup dengan normal meskipun tidak bekerja secara langsung. Langkah ini memang
perlu diapresiasi, mengingat kerentanan mereka dalam konteks sosio-ekonomi.
Namun, langkah ini dianggap belum dapat menanggulangi dampak pandemi Covid-19
dalam jangka panjang.
Selain risiko ekonomi, kesiapan sektor
kesehatan di Indonesia juga perlu diperhatikan. Meskipun sudah ada lebih dari
enam puluh rumah sakit rujukan untuk perawatan Covid-19, mayoritas rumah sakit
tersebut masih belum memiliki kapabilitas yang cukup untuk menangani pasien.
Laporan Observasi Data Global dari World Health Organization (WHO) mencantumkan
bahwa Indonesia hanya memiliki 1,6 tempat tidur rumah sakit per sepuluh ribu
orang. Indonesia juga hanya punya empat dokter medis per sepuluh ribu
populasinya. Proses pemeriksaan dan penanganan pun cenderung lamban. Persediaan
alat pelindung diri dan tenaga paramedis masih belum dapat menandingi lonjakan
pasien. Manajemen rumah sakit pun juga sama tidak siapnya. Beberapa dari mereka
juga ada yang justru menolak pasien rujukan Covid-19.
Permasalahan
dalam sektor kesehatan dan risiko ekonomi sebenarnya bisa ditanggulangi dengan
beberapa kebijakan. Kebijakan ini perlu muncul baik dalam bentuk instrumen
ekonomi maupun reformasi dalam penanganan pandemi. Perlu ditekankan bahwa kedua
hal ini memiliki hubungan resiprokal yang erat. Instrumen ekonomi yang ada
perlu mendukung langkah penanganan pandemi. Sebagai gantinya, penanganan
pandemi hanya akan berjalan efektif jika ditopang dukungan ekonomi yang kuat.
Konsekuensinya, keduanya penting untuk digerakkan secara bersamaan dan bersifat
saling menguatkan.
Seluruh
perencanaan kebijakan yang ada juga perlu disertai dengan pendanaan dari
pemerintah yang cukup. Beberapa langkah perlu dilakukan untuk memastikan
ketahanan anggaran untuk program. Pertama, pemerintah perlu mengubah prioritas
pengeluaran dalam anggaran yang perlu dialokasikan untuk menangani pandemi
serta dampaknya ke kelompok rentan. Kedua, pemerintah perlu melonggarkan
keterbatasan defisit pada saat anggaran dalam negeri tidak mencukupi. Untuk
saat ini, penanganan pandemi penting untuk diutamakan terlebih dahulu meskipun
perekonomian memburuk dan defisit anggaran semakin membesar.
Penangan
pandemi dapat dimulai dengan optimalisasi kebijakan jaga jarak. Salah satunya
pemerintah dapat memberhentikan kegiatan produksi, namun tetap memberi
kompensasi biaya gaji pekerja untuk perusahaan. Kebijakan ini dapat mengurangi
kemungkinan pemecatan dan biaya mencari pekerja baru (job turnover cost).
Kebijakan sejenis ini pernah diberlakukan Jerman dalam program Kurzarbeit.
Melalui pemberhentian produksi sementara dengan kompensasi, pemerintah dapat
menjaga kelangsungan bisnis dan keselamatan para pekerja secara bersamaan.
Kebijakan
serupa juga dapat diberlakukan di Indonesia untuk beberapa sektor yang dianggap
bisa ditunda produksinya. Penghentian kegiatan ekonomi untuk sementara tanpa
lockdown mungkin belum lazim didengar. Namun penghentian ini dapat berdampak
positif untuk perekonomian jangka panjang. Correia, Luck, dan Verner menemukan
bahwa penghentian kegiatan ekonomi untuk sementara yang cepat dapat mempercepat
pertumbuhan ekonomi saat masa pandemi telah usai. Pengorbanan jangka pendek
diperlukan untuk keberlangsungan perekonomian dalam jangka panjang.
Langkah
berikutnya yang bisa dilakukan pemerintah adalah memastikan bahwa suplai dan
distribusi barang pokok dan obat tercukupi. Pemerintah bisa memastikan stok
dengan mengecek keadaan serta mengalokasikan dana untuk memenuhi permintaan
pasar dalam waktu genting. Selain itu, pemerintah perlu memperkuat pengawasan
pasar daring untuk mencegah praktik manipulasi harga (price gouging).
Pencegahan manipulasi harga diberlakukan untuk memastikan bahwa setiap
masyarakat dapat memenuhi kebutuhan utama mereka dalam periode jaga jarak,
yaitu masker dan makanan pokok. Pengawasan ini juga perlu diikuti dengan
penegakan hukum.
Perlu
ditekankan juga bahwa penjagaan kondisi masyarakat saat periode jaga jarak saja
tidak cukup. Pemerintah juga perlu memiliki rencana ekonomi jangka panjang
untuk mengurangi dampak negatif dari pandemi ini. Hal ini bisa dilakukan dengan
memprioritaskan penganggaran beberapa sektor ekonomi. Contoh dari prioritas
tersebut dapat dicerminkan dengan mengalokasikan pengeluaran untuk
infrastruktur kesehatan, terutama untuk ketersediaan barang dan kepentingan
penelitian.
Umumnya,
prioritas untuk penelitian dalam pandemi bukanlah hal yang lazim. Apalagi
kondisi anggaran negara sudah defisit dan prioritas negara ada pada
penanggulangan. Namun, hal ini justru penting karena analisis dan penelitian
mengenai penyakit dapat memberikan panduan kebijakan publik di masa depan.
Kelly-Cirino et al. menyatakan bahwa panduan ini bisa digunakan untuk
menentukan implementasi kebijakan yang tepat, baik dari segi waktu maupun
alokasi sumber daya yang diperlukan. Alokasi dana untuk penelitian pun akan mengamankan
kondisi perekonomian jangka panjang melalui perencanaan penanganan pandemi.
Selain
menerapkan kebijakan jaga jarak, pemerintah pada 19 Maret 2020 menyatakan akan
mengambil kebijakan tes massal. Namun, keputusan melakukan tes massal ini
seyogianya disertai prosedur-prosedur yang jelas. Memetakan siapa saja yang
perlu dites menjadi tugas mendesak bagi pemerintah untuk meningkatkan presisi
hasil tes. Pelacakan riwayat interaksi pasien positif perlu dioptimalkan agar
tidak terjadi kasus tak terdeteksi yang malah menimbulkan pandemi lebih luas
lagi. Melakukan tes hanya kepada orang-orang yang menunjukkan gejala cenderung
lebih hemat. Namun, adanya pasien positif tanpa gejala perlu diperhitungkan
agar tidak memperparah pandemi.
Selanjutnya,
timbul pertanyaan: apakah fasilitas kesehatan di Indonesia mampu menerapkan
langkah-langkah ini? Hingga pertengahan Maret, terdapat berita yang menyebut
sebuah rumah sakit di daerah Bekasi menelantarkan pasien positif Covid-19.
Penolakan pasien yang terindikasi positif Covid-19 juga kerap ditemui di rumah
sakit lainnya. Rumah sakit ini berdalih pasien tersebut tidak cukup menunjukkan
gejala tertentu sehingga tidak perlu dilakukan tes dan perawatan lain. Jika hal
ini terus terjadi, deteksi kasus positif Covid-19 akan terhambat.
Konsekuensinya adalah akan terjadi penyebaran virus dengan lebih luas lagi.
Belum
lagi mempertimbangkan jumlah dan persebaran tenaga medis di Indonesia yang
tidak merata dan cenderung terkonsentrasi di Jawa. Indonesia juga masih defisit
tenaga kesehatan masyarakat sebanyak 6.192 orang pada tahun 2019. Kebijakan
melakukan tes massal yang cenderung diikuti oleh peningkatan jumlah kasus
positif secara drastis dikhawatirkan tidak mampu diatasi oleh fasilitas
kesehatan saat ini. Kenaikan drastis jumlah kasus positif akan menjadi masalah
jika jumlah tenaga medis yang ada tidak proporsional dengan jumlah pasien.
Kebijakan
tes massal di Indonesia diharapkan dapat berdampak besar untuk penanganan
pandemi Covid-19 seperti Korea Selatan. Namun, tes massal juga perlu disertai
dengan prioritas penanggulangan dan perbaikan. Sejauh ini, kedua hal ini belum
diwujudkan melalui kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah. Penting bagi
pemerintah untuk memfokuskan sumber daya ekonomi yang ada pada dua prioritas
tersebut. Hal ini mungkin akan menimbulkan penurunan performa ekonomi untuk
sementara waktu. Namun sekali lagi, pengorbanan ekonomi jangka pendek
diperlukan untuk mencegah krisis penduduk akibat pandemi. Di sisi lain, jika
wabah ini tidak ditangani dengan langkah tambahan, bukan tidak mungkin bahwa
akan ada kerusakan jangka panjang di seluruh sektor negara.
BAB
III
PENUTUP
Dalam proses pembangunan semua pemikiran,
teknologi, dan ilmu pengetahuan
dimanfaatkan untuk memajukan suatu bangsa. Karena pemikiran, teknologi, dan
ilmu pengetahuan banyak dikembangkan di luar negeri khususnya negara industri,
maka dewasa ini negara berkembang seperti Indonesia mengalami proses
industrialisasi, yaitu penyebarluasan teknologi dan cara kerja yang lebih
produktif. Jadi, dalam proses industrialisasi ini masyarakat perlu dipersiapkan
untuk menerima dan menggunakan teknologi baru yang dapat membantunya dalam
meningkatkan penghasilan guna kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu, menurut
para ahli sosiologi bahwa untuk mencapai suatu fase perubahan terlebih dahulu
diperlukan suatu kematangan sosial budaya.
Pola kerja
dari rumah (Work From Home/WFH) diperkirakan bakal menjadi lebih lumrah dalam
penerapannya oleh sejumlah kantor perusahaan akibat dampak dari Covid-19.
Bahkan, pola kerja dari
rumah diperkirakan akan berlanjut bakal setelah pandemi dapat
tertangani. "Kalau
WFH ini berlanjut cukup lama, artinya akan menjadi suatu protokol yang
dijalankan suatu perusahaan," kata Senior Director Office Services
Colliers International Indonesia (konsultan properti),
pemerintah juga memberikan respons
kebijakan. Misalnya, pemerintah menyatakan akan mulai menindak tegas siapapun
yang masih berkumpul dengan kontak langsung. Tindakan ini akan diputuskan dan
dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, baik di tingkat
nasional maupun daerah.
Kebijakan
jaga jarak yang dipilih pemerintah bukanlah tanpa risiko. Perintah kebijakan
jaga jarak dalam jangka panjang dapat memperlambat kegiatan produksi ekonomi
(supply shock). Pembatasan interaksi sosial dapat mengurangi jumlah produksi
barang yang krusial. Hal ini berlaku untuk produksi baik di dalam maupun luar negeri.
Akibatnya, tingkat kegiatan dan permintaan ekonomi secara keseluruhan juga akan
terganggu. Perkiraan kerugian ekonomi global dari gangguan ini juga tidak
main-main jumlahnya. Dilansir dari Katadata, Bank Pembangunan Asia (Asian
Development Bank, red.) menyatakan kerugian ekonomi global akibat Covid-19
dapat berkisar dari US$76—347 miliar.
Daftar
Pustaka
https://republika.co.id/berita/q8h10j428/dampak-covid19-pola-kerja-dari-rumah-bakal-lebih-lumrah
http://digilib.unila.ac.id/11236/6/bab%201.pdf
Ruswandi Hermawan,
dkk. Perkembangan Masyarakat Budaya. Edisi 1. UPI PRESS:
Bandung.
Risaely.wordpress.com//perubahan
sosial menurut para ahli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar