• METODOLOGI STUDI ISLAM || PENDEKATAN TEOLOGI NORMATIF, ANTROPOLOGI DAN SOSIOLAGI


     

     

     

     


     

    PENDEKATAN STUDI ISLAM

    A.    Pengertian Pendekatan Studi Islam

    Pada era dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khatbah, melainkan secara konsepsional menujukan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah. Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.

    Islam merupakan sebuah system universal yang mencakup kseluruhan aspek kehidupan manusia. Dalam Islam, segala hal yang menyangkut kebutuhan manusia, dipenuhi secara lengkap. Semuanya diarahkan agar manusia mampu menjalani kehidupan yang lebih baik dan manusiawi sesuai dengn kodrat kemanusiaanya (Hasan Al-banna, 1976: 2). Jika hal ini dilakukan, maka akan selamat dalam kehidupan dunia dan akhirat. Sebagai sebuah system Islam mempunyai sumber ajaran yang lengkap, yakni Al-Qur'an dan hadits. Rasulullah menjamin, jika seluruh manusia memegang teguh Al-Qur'an dan Hadits dalam kehidupanya, maka ia tidak akan tersesat selama-lamanya (HR. Muslim). Al-Qur'an dipandang sebagai sumber ajaran dan sumber hukum islam yang pertama dan utama, sedangkan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.

    Nilai kebenaran Al-Qur'an bersifat mutlak, Karena Al-Qur'an merupakan wahyu Allah Swt. yang transcendental, sangat agung, mengandung mukjizat, dan tidak akan ada seseorang pun yang mampu membuat tandinganya. Hadits sebagai sumber agama yang kedua setelah al-Qur'an merupakan sabda, perilaku, dan ketetapan rasulullah Saw. yang tidak mungkin keliru. Sebab rasulullah adalah manusia pilihan Allah dan utusan Allah yang terpelihara dari kekeliruan. Beliau dibimbing oleh kekuatan wahyu dalam menjalani kehidupanya.

    Ketika Al-Qur'an dan hadits dipahami dan dijadikan sebagai objek kajian, maka muncullah penafsiran, pemahaman, dan pemikiran. Dengan demikian lahirlah berbagai jenis ilmu Islam yang kemudian disebut "Dirasah Islamiyyah" atau Islami Studies. Jika Al-Qur'an dan Hadits, dipahami dalam bentuk pengetahuan Islam, maka kebenaranya berubah menjadi relatif, dan tidak lagi mutlak. Hal ini karena pemahaman , pemikiran dan penafsiran merupakan hasil usaha manusia dalam mendekati kebenaran yang dinyatakan dalam wahyu Allah dan sunnah Rasulullah. Karena produk manusia, maka hasilnya relative bisa benar, tapi juga bisa salah. Bisa benar untu waktu tertentu, tetapi tidak untuk waktuyang lain.

    Untuk memahami Al-Qur'an dan hadits sebagai sumber ajaran Islam, maka diperlukan berbagai pendekatan metodologi pemahaman islam yang tepat, akurat dan responsible. Dengan demikian, diharapkan Islam sebagai sebagai sebuah system ajaran yang bersumber dari Al-Qur'an dan hadits, dapat dipahami secara komprehensif.

    Pendekatan studi Islam merupakan suatu cara kerja untuk memudahkan pendidikan atau peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pendekatan studi Islam adalah suatu cara kerja untuk memudahkan seseorang mengetahui dan mendalami Islam secara luas dan menyeluruh agar tidak muncul pola pikir yang dangkal.

    Beberapa pendekatan itu meliputi pendekatan teologi normatif, antropologi, sosiolagi, psikologi, historis, kebudayaan dan filosofi (Dhavamony dan maria susan, 1995 : 34-35).

    Maka, dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa mempelajari agama islam akan lebih mudah apabila kita mengguakan suatu metode pendekatan Islam yang bisa melihat ajaran tersebut dari berbagai sudut pandang pendekatan.

    B.     Pendekatan Teologi Normatif

    Seiring dengan perkembangan zaman yang selalu berubah dan disertai dengan munculnya berbagai persoalan baru dalam kehidupan manusia, maka menjadi sebuah keniscayaan untuk memahami agama sesuai dengan zamanya. Oleh karena itu berbagai pendekatan dalam memahami agama yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits memiliki peran yang sangat strategis. Dengan demikian, pemahaman umat Islam dan pemerhati agama akan semakin komprehensif dan akan bersikap sangat toleran dengan perbedaan pemahaman.

    Saat ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh menjadi sekadar lambang kesalehan.  Harapan dan tuntutan agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif, dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.

    Teologis memiliki arti hal-hal yang berkaitan dengan aspek ketuhanan, sedangkan normatif secara sederhana diartikan dengan hal-hal yang mengikuti aturan atau norma tertentu. Dalam konteks ajaran Islam, normative memiliki arti ajaran agama yang belum tercampuri  oleh pemahaman dan campur tangan manusia. Pendekatan teologis secara harfiah diartiakan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empiris dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan sesuatu yang lain. Sedangkan pendekatan teologi normatif dalam pemahaman keagamaan adalah epndekatan yang menekankan pada bentuk norma atau symbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk form atau symbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan lainya sebagai salah.

    Pendekatan normative dapat diartikan studi islam yang memandang masalah dari sudut legal formal atau dari segi normatifnya. Dengan kata lain, pendekatan normative lebih melihat studi islam dari apa yang tertera dalam teks Al-Qur'an dan hadits. Pendekatan normative dapat juga dikatakan sebahai pendekatan yang bersifat domain keimanan tanpa melakukan kritik kesejarahan atas nalar local dan nalar zaman yang berkembang  serta tidak memerhatikan konteks kesejarahan Al-Qur'an. Pendekatan ini mengasumsikan seluruh ajaran Islam baik yang terdapat dalam Al-Qur'an, Hadits maupun Ijtihat sebagai sesuatu kebenaran yang ahrus diterima saja dan tidak boleh diganggu gugat lagi/ penafsiran terhadap teks-teks keagamaan telah dijadikan sebagai teologi yang disejajarkan dengan al-Qur'an yang tidak boleh dikritisi, cukup diterima saja sebagai hal yang benar (Hadidjah, 2000:29).

    Berkenaan dengan pendekatan teologi tersebut, taufi Abdullah mengataka bahwa pendekatan teologi semata-mata tidak memecahkan masalah esensial pluralistis agama saat sekarang ini. Terlebih kenyataan demikian harus ditambahkan bahwa doktrin teologi, pada dasarnya memang tidak pernah berdiri sendiri, terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan social kemasyarakatan yang mendukung keberadaanya. Kepentingan ekonomi, social, politik, dan pertahanan selalu menyertai pemikiran teologis yang sudah mengelompok dan megkristal dalam satu komunitas masyarakat tertentu (Taufik Abdullah, 1990:92).

    Berkenaan dengan hal di atas, maka saat ini muncul apa yang disebut dengan istilah teologi masa kritis, yaitu suatu usaha manusia untuk memahamai penghayatan imanya atau penghayatan agamanya, suatu penafsiran atas sumber-sumber aslinya dan tradisi dalam konteks permasalahan masa kini, yaitu teologi yang bergerak antara dua kudu, teks dan situasi, masa lampau dan masa kini. Salah satu ciri dari teologi masa kini adalah sifat kritisnya. Sifat kritis ini pertama-tama ditunjukan ada agama sendiri, kemudian berlanjut pada sikap kritis pada lingkungan.

    Jika dipahami uaraian tersebut di atas, maka dapat dilihat bahwa pendekatan  teologi dalam memahami agama cenderung bersikap tertutup, tidak ada dialog, parsial dan aling menyalahkan, saling mengkafirkan, yang pada akhirnya terjadi pengkotak-kotakan umat beragama, tidak ada kerja sama dan tidak terlihat adanya kepedulian sosial. Dengan demikian, maka agama cenderung hanya merupakan keyakinan dan pembentuk sikap keras dan dampak social yang kurang baik. Melalui pendekatan teologi ini , agama menjadi buta terhadap masalah-masalah social dan cenderung menjadi lambang identitas yang tidak memiliki makna.

    Pemahaman seperti dikemukaka di atas, bukan berarti dalam studi Islam tidak memerlukan pendekatan teologi dalam memahami agama, Karena tanpa adanya pendekatan teologi, keagamaan seseorang akan mudah cair dan tidak jelas identitas dan kelembagaanya. Tetapi ketika tradidi agama secara sosiologis mengalami refleksasi atau pengentalan, maka bisa jadi spirit agama yang paling "hanif" lalu terkubur oleh symbol-simbol yang diciptakan dan dibakukan oleh para pemeluk agama itu sendiri. Pada taraf ini, sangat mungkin orang tergelincir menganut dan meyakini agama yang mereka buat sendiri, bukan lagi agama yang asli, meskipun yang bersangkutan tidak menyadari.

    Sebenarnya, baik dalam yahudi, Kristen maupun Islam, sejarah mebuktikan pada kita bagaimana kerasnya bentrokan yang terjadi antara satu aliran teologi dengan aliran lain. Bentrokan semacam ini menjadi semakin seru ketika ternyata yang muncul dan yang mengendalikan isu secara kuat adalah kepentingan politiknya. Tidak jelas mana yang benar, apakah berawal dari politik, kemudia timbul perpecahan yang kemudian perpecahan tersebut memperoleh pembenaran teologis dan normative yakni ajaran yang diyakini paling benar. (Komaruddin Hidayat, 1995: 9).

    Simbiosis pandangan politik-teologis tersebut selalu cenderung mengarah pada konspirasi eksklusif dan potensial bagi munculnya tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan "kebenaran suci". Oleh karena itu di masa depan diperlukan paradigm teologi baru yang lebih memungkinkan untuk melakukan hubungan dialogis dan cerdas, baik antara umat beragama maupun antara umat beragama dengan kaum humanis sekuler.

    Kesimpulanya dari pendekatan teologi holistik merupakan pendekatan yang berlandaskan keyakinan, keimanan dan doktrin terlebih dahulu, dengan mengesampingkan pertanyaan apakah ajaran tersebut masuk akal, benar atau tanpa melihat beberapa hal yang mempengaruhi ajaran tersebut muncul. Sebagai contoh adalah perselisihan yang terjadi antara golongan syiah dan khawarij atau golongan Qadariyah dan jabbariyyah. Sebagai contoh lagi adalah adanya golongan masyarakat islam Indonesia yang mempertanyakan keabsahan dari pancasila sebagai landasan bagi bangsa Indonesia. 

    C.     Pendekatan Antropologi

    Pendekatan antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud politik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

    Istilah antropologi berasal dari kata antropos dan logis, yang berarti manusia dan ilmu, antropologi merupakan istilah yang digunakan dalam cabang keilmuan yang membicaraan manusia (Soejono Soekanto, 1982 : 80). Dalam kamus bahasa Indonesia, antropologi disebut ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaan pada masa lampau (WJS Poerwadarminta, 2003: 50).

     Antropologi terbagi menjadi dua, yakni antropologi fisik dan antropologi budaya. Antropologi budaya ialah antropologi yang mempelajari kebudayaan atau antropologi yang ruang lingkupnya adalah kebudayaan. Kebudayaan manusia pada dasarnya adalah serangkaian aturan-aturan, kategorisasi-kategorisasi, serta nilai-nilai. Kebudayaan bukan hanya ilmu pengetahuan saja, teapi juga hal-hal yang ghaib, hal-hal yang buruk, bahasa dan lain-lain.

    Dalam konteksnya sebagai metodologi, antropologi merupakan ilmu tentang masyarakat yng bertitik tolak dari unsur-unsur tradisional, mengenai aneka warna, bahasa-bahasa dan sejarah perkembanganya serta persebaranya dan mengenai dasar-dasar kebudayaan manusia dalam masyarakat. Mamahami islam secara antropologis memiliki makna memahami Islam dengan mengungkap tentang asal-usul manusia yang berbeda dengan teori pandangan evolusi Charles darwin.

    Melalui pendekatan antropologi di atas kita melihat bahwa agama ternyata berkolerasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Pendekatan antropologi diperlukan adanya, sebab banyak berbagai hal yang dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologi. Dengan demikian, pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.

    Maka yang dimaksud dari pendekatan antropologis dalam metologi studi Islam adalah suatu pendekatan yang ditempuh dengan cara melihat perkembangan masyarakat Islam yang ada pada suatu daerah pada masa lalu sampai sekarang yang dipengaruhi oleh percampuran beberapa budaya. Sebagai contoh adalah perubahan pakaian yang yang dipakai oleh lelaki muslim di Indonesia saat ini tidak sama dan juga tidak harus sama dengan pakaian yang  di arab Saudi, tetapi pakaian tersebut telah dimodifikasi dengan kebudayaan percampuran Indonesia dengan tidak meninggalkan kaidah utama yaitu kewajiban menutupi aurat dan kesunnahan memakai pakaian yang berwarna putih. Mukena bagi perempuan muslim juga turut berganti model dari model bangsa arab yang dominan hitam ke model mukena putih yang sangat lazim bagi perempuan muslim Indonesia dan pada zaman sekarang [akaian tersebut menjadi lebih modis dengan adanya penambahan warna-warna lain, ataupun penambahan sebuah saku yang ada pada mukenah.

    D.    Pendekatan Sosiologis

    Pada prinsipnya, sosiologi merupakan sebuah kajian ilmu yang berkaitan dengan aspek hubungan social manusia antara yang satu dengan yang lain, atau anatara kelompok yang satu dengan yang lain (supiana, 2017: 94). Sosiologi juga bisa diartikan ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu (fadlan kamali batubara, 2019: 122).

    Sosiologi dan antropologi di Indonesia pada umumnya tidak memiliki perbedaan prinsipiil, Tetapi Sosiologi lebih menitik beratkan pada system social (masyarakat) yang kompleks, sedangkan antropologi menguatamakan masyarakat yang erat dengan hubungan kekerabatan (masyarakat sederhana).

    Dalam kajian Islam, dimensi social ini biasanya disebut dengan istilah "Muamalah", yakni hubungan dengan manusia (hablum min an-nas). Sedangkan dimensi yang satu lagi lazim disebut "ibadah" atau dimensi ritual, yakni hubungan langsung dengan Allah (Hablun min Allah). Dari dua dimensi tersebut, ternyata Islam adalah agama yang menekankan urusan social (Muamalah) lebih besar dari pada urusan ibadah (ritual). Menurut Jalaluddin Rahmat (1994 : 48), aspek muamalah jauh lebih luas dan dipentingkan daripada ibadah karena beberapa alasan antara lain:

    1.      Dalam al-Qur'an dan hadits, proporsi terbesar dalam kedua sumber hokum Islam tersebut berkenaan dengan masalah sosial.

    2.      Adanya kenyataan bahwa jika urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang sangat penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhka (bukan ditinggalkan).

    3.      Ibadah yang mengandung segi social kemasyarakatan diberi pahala yang lebih besar daripada ibadah yang diperlakukan perseorangan.

    4.      Jika urusan ibadah tidak sempurna atau batal karena melakukan pantangan tertentu, maka kifaratnya adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan muamalah.

    Kesimpulan dari pendekatan ini adalah melihat ajaran islam pola hubungan yang ada di suatu masyarakat tertentu tanpa meninggalkan dasar utama yang ada dalam ajaran Islam. Contohnya adalah kebiasaan orang muslim di Indonesia ketika membangun rumah mereka saling bergantian membantu dengan berlandaskan ajaran saling menolong ataupun system hutang pekerja, begitu pula adanya uang sumbangan yang ada ketika walimah pernikahan diadakan. 

    E.     Pendekatan Kebudayaan

    Pendekatan kebudayaan dapat digunakan dalam upaya mengkaji fenomena fenomena keagamaan tersebut dengan tujuan untuk lebih dapat memahami perilaku umat Islam dan dalam rangka pembangunan kehidupan beragama umat islam itu sendiri.  Namun dalam penerapanya perlu menyelaraskan pendekatan kebudayaan ini dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam.

    Bentuk budaya sebagai hasil proses akulturasi tidak hanya bersifat kebendaan atau material, tetapi juga perilaku masyarakat indonesia. Kebudayaan ini kemudian dikenal dengan istilah budaya Islam. Budaya dalam pandangan Islam adalah Sebuah Tata Nilai dan tradisi yang berkembang dari ajaran Islam, tata nilai tersebut merupakan terjemahan dari pokok-pokok ajaran Al-Qur'an dan hadits dalam kehidupan nyata. Islam sesungguhnya membuka diri terhadap budaya-budaya dari luar Islam. Islam mempersilahkan siapa pun untuk berpendapat, mengemukakan ide dan gagasan, ataupun menciptakan budaya-budaya tertentu, asalkan sesuai dengan prinsip-prinsip terrentu sebagai berikut:

    a.       Tidak melanggar ketentuan hokum halal haram

    b.      Mendatangkan maslahat serta tidak mendatangkan mafsadat

    c.       Sesuai dengan prinsip al-wala' (kecintaan terhadap Allah dan apa saja yang dicintai allah), dan Al-Bara' (berlepas diri dan membenci dari apa saja yang dibenci Allah Swt)

     

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah diperlukanya berbagai metode pendekatan dalam menkaji dan mempelajari ajaran islam dari berbagai sudut pandang pendekatan dan untuk menghindari segala konflik yang muncul dari cara mempelajari ajaran islam yang hanya menggunakan satu pendekatan saja. Maka apabila hal tersebut tercapai maka akan mudah menciptakan ajaran Islam sebagai "Rahmatan lil Alamin"

    Perlu adanya kajian yang menambahkan metodologi pendekatan ajaran islam yang menggunakan pendekatan ekonomi. Karena dalam beberapa kamus banyak terjadi perubahan yang ada dimasyarakat (baik dari segi berbuatan, cara berpakaian, hubungan social bahkan keyakinan).

    DAFTAR PUSTAKA

    Dhavamony dan maria susan. 1995. Fenomenologi Agama .Yogyakarta :  Kanisius

    Fadlan kamali batubara. 2019. Metodologi Studi Islam. Jogyakarta : Cv Budi Utomo

    Hasan al-Banna. 1982. Al-Ushul Al-Isyrun. kairo : Dar Al-Fikr

    Kemendikbud. 2018. Pendidikan agama Islam dan Budi Pekerti. Jakarta : PT Putra Nugraha

    Komaruddin Hidayat dkk. 1995. Agama Masa Depan Perspektif perenial. Jakarta :paramadina

    Soerjono Soekanto. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Cv Rajawali

    Supiana. 2017. Metodologi Studi Islam. Bandung : PT Remaja Rosdaka

    Taufik Abdullah. 1987. sejarah dan Masyarakat. Jakarta : pustaka Firdaus

     

  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Art Education. Diberdayakan oleh Blogger.

Postingan Populer