BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sastra Indonesia adalah sebuah
istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra yang berda di Indonesia.
Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang di buat di wilayah
kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk pada sastra yang bahasa
akarnya berdasarkan bahasa Melayu (dimana Bahasa Indonesia adalah turunannya).
Periodisasi sastra adalah pembabakan
waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu.
Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan
periode yang lain. Dalam periodisasi sastra Indonesia di bagi menjadi dua
bagian besar, yaitu lisan dan tulisan. Secara urutan waktu terbagi atas
angkatan Pujangga Lama, angakatan Balai Pustaka, angkatan Pujangga Baru,
angkatan 1945, angkatan 1950-1960-an, angkatan 1966-1970-an, angkatan
1980-1990-an, angkatan Reformasi, angkatan 2000-an.
Adapun pembagian periodisasi sastra menurut
para ahli yaitu Buyung Saleh, HB. Jassin, Nugroho Notosusanto, dan Ajip
Rosidi.Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah sastra merupakan cabang
ilmu sastra yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa,
misalnya sejarah sastra Indonesia, sejarah sastra Jawa dan sejarah sastra
Inggris.
Dalam jangka waktu yang relatif panjang tercatat munculnya secara besar
jumlah persoalan sastra yang erat kaitannya dengan perubahan zaman dan gejolak
sosial politik yang secara teoritis dipercaya besar pengaruhnya terhadap warna
kehidupan sastra. Masalah itu biasanya terkait dengan teori periodisasi atau
pembabakan waktu sejarah sastra.
1.2.
Rumusan Masalah
• Bagaimanakah periodisasi sejarah sastra Indonesia dan
tokoh-tokoh yang terlibat dalam periodisasi sejarah sastra Indonesia?
• Mengapa terjadi perbedaan penamaan periodisasi sastra
antar tokoh?
1.3.
Tujuan Penulisan
• Untuk mendiskripsikan periodisasi sejarah sastra dan
untuk mengetahui tokoh-tokoh yang terlibat dalam periodisasi sejarah sastra
Indonesia
·
• Untuk mengetahui terjadinya perbedaan penamaan
periodisasi sastra antar tokoh
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Periodisasi Sejarah Sastra
Di Indonesia dan Tokoh-Tokoh
Yang Terlibat di Dalamnya
Periodisasi adalah pembagian kronologi perjalanan sastra
atas masanya, biasanya berupa dekade- dekade.
Secara umum periode perkembangan
sastra Indonesia terbagi atas sastra Indonesia lama (klasik) adalah karya
sastra yang berkembang sebelum ada pengaruh dari kebudayaan luar, khususnya
kebudayaan barat. Sastra Indonesia lama diperkirakan lahir pada tahun 1500
sampai abad ke-19. Adapaun sastra Indonesia modern karya sastra yang berkembang
setelah ada pengaruh kebudayaan Barat pada awal abad ke-20.
Beberapa kritikus satra telah mencoba
membagi periodisasi (pembabakan) sastra Indonesia, di antaranya:
1. Perodisasi sastra menurut Buyung Saleh
Periodisasi sastra menurut Buyung Saleh adalah jangka yang panjang atau
pendek dalam perkembangan sastra yang menunjukka ciri khas karya sastra.
Periodisasi sastra Indonesia pada mumnya terbagi menjadi:
1. Kesusastraan Lama
Karya sastra pada kesusastraan lama masih berkisar pada cerita yang
disampaikan dari mulut ke mulut (lisan). Hasil karya sastranya berupa dongeng,
mantra, dan hikayat. Cerita pada masa ini bersifat istana sentries (mengisahkan
kehidupan raja-raja).
2. Kesusastraan Peralihan
Kesusastraan peralihan dipelopori oleh Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi.
Karya masa peralihan telah meninggalkan kebiasaan lama yang bersifat istana
sentries menjadi karya yang lebih realistis. Hasil karya sastra yang terkenal,
yaitu Hikayat Abdullah.
3. Kesusastraan Baru
• Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Balai Pustaka berdiri pada
tahun 1920 oleh penerbit Balai Pustaka. Balai Pustaka didirikan pada masa itu
untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh
sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan
dianggap memiliki misi politis (liar). Karya sastra dan penulis angkatan ini,
yaitu Azab dan Sengsara karya Merari Seregar (1920), Siti Nurbaya karya Marah
Rusli (1920), dan Salah Asuhan karya Abdul Muis (1928).
• Angkatan Pujangga Baru
Pujangga Baru adalah sebuah nama
majalah yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah, dan Armijn
Pane. Sastra Pujangga Baru cenderung kearah nasionalis, tetapi termasuk juga
sastra idealistik dan romantik. Karya sastra dan penulis angkatan ini, yaitu
Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana (1936), Di Bawah Lindungan
Ka’bah karya Hamka (1938), dan Belenggu karya Armijn Pane (1940).
• Angkatan 1945
Karya sastra
angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang
romantik – idealistik. Karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang
perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar.
Sastrawan angkatan ’45 memiliki konsep seni yang diberi judul “Surat
Kepercayaan Gelanggang”. Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan
’45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Karya Sastra
angkatan ini, yaitu puisi berjudul Kerikil Tajam karya Chairil Anwar (1949),
Atheis karya Achdiat Karta Mihardja (1949), dan Dari Ave Maria Ke Jalan Lain
Menuju Roma karya Idrus (1948).
• Angkatan 1966
Angkatan ini ditandai
dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis. Menurut HB.
Jassin karya sastra angkatan ini mempunyai konsepsi Pancasila, menggemakan
protes sosial, politik, dan membawa kesadaran nurani manusia yang
bertahun-tahun mengalami kezaliman dan perkosaan terhadap kebenaran dan rasa
keadilan serta kesadaran akan moral dan agama. Karya sastra angkatan ini, yaitu
puisi berjudul Malu Calzoum Bachri, dan Dukamu Abadi karya Sapardi Djoko
Damono.
2. Periodisasi sastra menurut H.B.Jassin, 1953 (via
notosusanto,1963:199-200)
A. Sastra Melayu Lama
Periodisasi sastra adalah penggolongan
sastra berdasarkan pembabakan waktu dari awal kemunculan sampai dengan
perkembangannya. Selain berdasarkan tahun kemunculan, juga berdasarkan
ciri-ciri sastra yang dikaitkan dengan situasi sosial, serta pandangan dan
pemikiran pengarang terhadap masalah yang dijadikan objek karya kreatifnya.
Pada masa itu sastrad ipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha dan kebudayaan
Islam di Indonesia.
Ciri-ciri sastra melayu lama adalah masih
menggunakan bahasa Melayu, cerita seputar istana sentris dan hal-hal tahayul,
penggarang anonin, dan masih sangat terikat dengan aturan-aturan dan
adat-istiadat daerah setempat.
Karya sastra yang muncul pada masa ini misalnya adalah Hikayat Hang Tuah,
Hikayat Mahabarata, Hikayat Seribu Satu Malam, Cerita-cerita Panji,
Tajussalatin, Bustanus Salatin.
B. Sastra Indonesia Modern
Karya sastra Indonesia modern ini muncul pada awal abad ke-20. Dipelopori
oleh gerakan nasionalis dari pejuang bangsa Indonesia. Sastra Indonesia modern
ini dibagi lagi menjadi 4, yaitu:
• Angkatan Balai Pustaka
Angkatan balai pustaka merupakan titik tolak kesusastraan di Indonesia.
Dilatarbelakangi oleh munculnya penerbit Balai Pustaka pada tahun 1917 yang
didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Ciri-cirinya adalah:
1) Menggunakan bahasa Indonesia tapi masih terpengaruh
bahasa Melayu.
2) Cerita mengusung adat-istiadat dan kawin paksa
3) Dipengaruhi tradisi lokal dan daerah setempat
Seputar romantisme
4) Unsur nasionalisme belum jelas
5) Bersifat didaktis (harus memberikan pendidikan budi
pekerti)
6) Pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda
7) Bahasa percakapan dimasukkan di antara baca tulisan.
Puisinya terdiri atas:
Syair dan pantun
Angkatan balai pustaka terkenal dengan
sensornya yang ketat sehingga banyak karya sastra yang tidak diterbitkan bahkan
ditarik dari pasar, seperti Salah Asuhan dan Belenggu. Contoh karya sastra pada
zaman ini adalah Azab dan Sengsara (Merari Siregar), Sitti Nurbaya (Marah
Rusli), Muda Teruna (M. Kasim), Salah Pilih (Nur St. Iskandar), Dua Sejoli (M.
Jassin, dkk.)
• Angkatan Pujangga Baru (33)
Munculnya angkatan pujangga baru
dilatarbelakangi oleh majalah sastra Pujangga Baru (Juli 1933), selain itu juga
sebagai reaksi dari ketatnya sensor di balai pustaka. Angkatan pujangga baru
menginginkan nasionalisme lebih dikobarkan agar bisa menjadi penyemangat rakyat
dalam perjuangan kemerdekaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual,
nasionalistik dan elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia.Ciri-ciri angkatan pujangga baru adalah:
a) Masalah yang diangkat ialah kehidupan modern
b) Nafas nasionalisme sudah jelas
c) Bahasa yang digunakan adalah “kata-kata pujangga” atau
kata-kata indah dan cenderung romantic
d) Kesamaan dengan angkatan 20 tendesius, didaktis
e) Angkatan ini telah bebas menentukan nasibnya sendiri
Tokoh-tokoh terkenal pada masa pujangga baru seperti Sutan Takdir
Alisjahbana, Amir Hamzah, Armyn Pane, Sanusi Pane, Muhammad Yamin, J.E.
Tatengkeng, Rustam Effendi, dan Hamka.
• Angkatan ‘45
Angkatan ’45 lahir dalam suasana lingkungan yang sangat prihatin dan serba
keras, yaitu lingkungan fasisme Jepang dan dilanjutkan peperangan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selain itu juga dilatarbelakangi oleh
munculnya respons terhadap Angkatan Pujangga Baru yang cenderung romantik.
Ciri-ciri karya sastra angkatan ’45 adalah:
a) Terbuka
b) Pengaruh unsur sastra asing lebih luas
c) Corak isi lebih realis, naturalis
d) Individualisme sastrawan lebih menonjol,
dinamis, dan kritis
Penghematan kata dalam karya
e) Ekspresif
f) Sinisme dan sarkasme
a. Karangan prosa berkurang, puisi berkembang
Sastrawan yang terkenal pada masa ini adalah Chairil Anwar, Idrus, Achdiat
Kartamihardja, dan Aoh Kartahadimaja. Karya sastra yang lahir pada angkatan ’45
seperti Deru Campur Debu, Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, Atheis, Zahra,
dll.
• Angkatan ‘66
Lahirnya Angkatan ’66 adalah aksi yang dilancarkan para pemuda dan seniman
pada tahun 1966 yang memprotes kesewenang-wenangan penguasa, dan terbitnya
majalah sastra Horison.
Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan ’66 adalah:
a) Bercorak perjuangan anti tirani proses politik, anti
kezaliman dan kebatilan
b) Bercorak membela keadilan
c) Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan
d) Berontak
e) Pembelaan terhadap Pancasila
f) Protes sosial dan politik
Contoh karya sastra pada Angkatan ’66 adalah Pabrik, Telegram, Stasiun,
Ziarah, Kering, dll.
Banyak peranan periodisasi sastra di Indonesia, seperti sebagai tolakan
berkembangnya sastra di Indonesia. Sastra di zaman perjuangan juga digunakan
sebagai media pembangkit nasionalisme dan pengobar semangat.
3. Periodisasi sastra menurut Nugroho Notosusanto
Nugroho Notosusanto tidak memberikan
ciri-ciri intrinsik karya sastra Indonesia yang ada dalam tiap-tiap periode, ia
rupanya mengikuti H.B. Jassin dan Boejoeng Saleh. Hanya mengenai angkatan 50
dikatakan olehnya (1963: 208) bahwa para sastrawan periode 50 jangkauan
orientasinya meliputi seluruh dunia, tak hanya Belanda dan Eropa Barat. Penyair
dan penulis cerkan berguru kepada sastrawan Indonesia sendiri, mereka berguru
puisi pada Chairil Anwar dan Sitor Situmorang, pengarang prosa berguru kepada
Pramoedya Ananta oer atau Idrus. Unsur-unsur persajakan dari bahasa-bahsa
daerah semakin digali hingga makin kayalah bahasa Indonesia. Tradisi Indonesia
menjadi titik tolak. Sifat nasional periode ’50 juga dicerminkan oleh
tersebarnya pusat-pusat kegiatan ke seluruh wilayah tanah air.
1. Sastra Melayu Lama
2. Sastra Indonesia Modern
Sastra indonesia modern terbagi 3 ankatan
1. Angkatan 20
2. Angkatan 33atau punjaga baru
Karakteristik masing- masing angkatan : angkatan 20, prosesnya
menggambarkan:
1. Pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda
2. Soal kawin paksa, pra maduan dan lain-lain
3. Kebangsaan belu maju kedepan, masih kedaerahan
Kelainan dengan sastra melayu lama
1. bahasa percakapan dimasukan diantrany a baca tulis
2. ada terdapat analisis jiwa
3. cerita beramain pada jaman sekarang
4. kebangsawanan pikiran kontra kebangsawanan darah
5. pandangan hidup baru kontra moral lama puisinya
sebagian besar terdiri atas syair dan pantun
6. bersifat didaktis
Angkatan 33
1. angkatan ini telah bebas menentuka nasibnya sediri
2. persoalannya ialah: mengahadapi masyarakat kota dengan
masal-masalah kota
3. juga: bagaimana menggunakan kebebasan dan
bagaimana fungsi kebebasan tehadap masyarakat
4. pentingnya adalah: persoalan kebangunan kebangsaan ,
jadi hasil karaya mereka bercorak kebangsaan
5. dalam segala keragamannya yang menjadi pengikat mereka
adalah cirri-ciri nasional
6. kesamaan dengan angkatan 20 tendensius, didaksis
2.1. Masa Kebangkitan
2.1.1. Periode ‘20
2.1.2. Periode ‘33
2.1.3. Periode ’42
2.2. Masa Perkembangan
2.2.1. Periode ‘45
2.2.2. Periode ‘50
4. Periodisasi Sastra Ajip Rosidi (1969:13)
I. Masa kelahiran dan masa penjadian (kl.
1900-1945)
1. Periode awal hingga 1933
2. Periode 1933-1942
3. Periode 1942-1945
II. Masa perkembangannya (1945 hingga sekarang)
1. Periode 1945-1953
2. Periode 1953-1961
3. Periode 1961 sampai sekarang (1969)
Ajip Rosidi juga tidak menguraikan ciri-ciri intrinsik karya sastra
Indonesia yang ada dalam tiap-tiap periodenya.
Perlu ditegaskan bahwa sesungguhnya
periode-periode sastra ittu tidak tersusun mutlak seperti balok-balok batu yang
dideretkan, yaitu periode satu digantikan dengan periode yang lain dengan batas
tegas, melainkan periode-periode ini saling bertumpang-tindih. Sebelum sebuah
periode atau angkatan lenyap sama sekali, sudah timbul benih-benih angkatan
baru. Hal ini disebabkan oleh situasi dan kondisi tertentu yang istimewa
dan biasanya didukung oleh generasi sastra baru yang mulai menampakkan diri.
Sebelum angakatan baru tersebut terintegrasi, maka angkatan lama masih
mempunyai kekuatan, bahkan juga sesudah angkatan baru terintegrasi. Dengan
demikian, angkatan lama dan angkatan yang baru lahir itu hidup berdampingan.
Namun masing-masing menunjukkan ciri-ciri sastra yang berbeda !
Berdasarkan ketidakmutlakan itu, maka gambaran sesungguhnya periode-periode
sejarah sastra Indonesia bertumpang tindih sebagai berikut:
1. Periode Balai Pustaka: 1920-1940;
2. Periode Pujangga Baru: 1930-1945;
3. Periode Angkatan 45: 1940-1955;
4. Periode Angkatan 1950-1970; dan
5. Periode Angkatan 70: 1965-sekarang (1984)
Dalam periodesasi itu kelihatan adanya tahun-tahun yang
bulat. Hal ini untuk mempermudah pengingatandan pemahaman dalam studi (sastra).
Lagi pula lahirnya, tersebarnya dan terintegrasinya suatu periode sastra atau
angkatan sastra, pada umumnya kurang jelas batas-batas waktunya. Jadi,
tahun-tahun bulat itu sebagai ancar-ancar timbulnya, tersebarnya,
terintegrasinya dan lenyapnya suatu periode atau angkatan sastra
Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu
terhadap perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu
Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu yang berbeda
dengan periode yang lain, misalnya pada angkatan ‘45
• Terbuka
• Pengaruh unsur sastra asing lebih luas
• Corak isi lebih realis, naturalis
• Individualisme sastrawan lebih menonjol, dinamis, dan
kritis
• Penghematan kata dalam karya
• Ekspresif
• Sinisme dan sarkasme
• Karangan prosa berkurang, puisi berkembang
2.2. Masalah Periodisasi Sastra
Masalah periodisasi sastra memang
merupakan masalah yang banyak menarik perhatian orang. Bukan hanya penelah
sastra saja yang berbicara tentang itu, melainkan juga para sastrawan ikut
melibatkan diri. Sebenarnya, masalah periodisasi itu tidak begitu penting bagi
para sastrawan. Bahkan ada beberapa pengarang yang tidak mau dirinya dimasukkan
kedalam salah satu angkatan karean mungkin dipandang akan membatasi dan
mempersempit kebebasan daya kreatifitasnya
Walaupun demikian periodisasi sejarah sastra
Indonesia moderen itu perlu terutama bagi penelaah sastara dan bagi dunia
pendidikan dan pengajaran
Dengan periodisasi itu kita akan dapat dengan mudah
mengetahui tahap-tahap perkembangan sastra Indonesia dengan corak dan aliran
yang munkin ada pada tiap tahap perkembangan itu
1. Periodisasi Buyung Saleh
2. Periodisasi H.B. Jassin
1. Sebelum tahun 20-an
2. Antara tahun 20-an hingga tahun ‘33
3. Tahun 1933 hingga mei 1942
4. Mei 1942 hingga sekarang
I. Sastra Melayu Lama
II. Sastra Indonesia Moderen
1. Angkatan 20
2. Angkatan 33 atau Punjangga Baru
3. angkatan 45 mulai sejak 1942
4. angkatan 66 mulai kira-kira tahun 1955
3. periodisasi Nugroho
Notosusanto 4.periodisasi Ajib
Rosidi
I. Sastra melayu lama
II. Sastra Indonesia moderen
A. Masa kebangkitan
1. periode ‘20
2. periode ‘33
3. periode ‘42
B. Masa perkembangan
1. periode ‘45
2. periode ‘50 I. Sastra
Nusantara Klasik
(sastra dari berbagai bahasa daerah
di nusantara)
II. Sastra Indonesia moderen
A. Masa kelahiran (masa
kebangkitan)
1. periode awal -1933
2. periode 1933-1942
3. periode 1942-1945
B. Masa perkembangan
1. periode 1945-1953
2. periode 1953-1961
3. periode 1961-sekrang
Dari ikhtisar 4 macam periodisasi
diatas, nyatalah bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan yang prinsipil antara
periodisasi yang satu dengan yang lain. Kesemuanya mulai perkembangannya
sastara Indonesia moderen sejak tahu 20-an. Kesemuanya menempatakan tahun ’30,
tahun ’45, dan tahun’66 sebagai tonggak-tonggak penting dalam perkembangan
sastra. Perbedaanya hanya berkisar pada masa dan istilah dan masalah
peranan tahun 1942 dan tahu 1950 di dalam perkembangan sastra Indonesia
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa,
1. tidak adanya kesamaan istilah yang diperguakan,
istilah-istilah yang biasa dipakai misalnya angkatan, periode dan generasi
2. Tidak adanya kesamaan pengertian terhadap
istialah-istilah tersebut. Tentang apa yang disebut angkatan, banyak perbedan
pendapat. Rumusan Pramudia Ananta Tur berbeda dengan rumusan Asrul Sani berbeda
pula dengan rumusan Rahcmad Djoko Pradopo, Ajib Rosidi dan sebagainya
3. tidak adanya kesamaan nama yang dipergunakan untuk
menyebut suatu angkatan atau suatu periode. Ada yang memakai angka tahun, ada
yang memakai tahun angka badan penerbit, nama majalah, nama buku, dan
sebagainya
4. tidak adanya kesamaan sistem yang dipergunakan. Ada
yang menunjukan satu angkatan tahun misalnya angkatan 20 dan ada pula yang
menunjukan jangka waktu dari dua angka tahun, misalnya periode tahun ’20 hingga
tahun ’30.
B. Saran
Berdasarkan simpulan diatas, maka perlu disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. dalam rangka pembinaan dan pengembanga sejarah sastra
perlu terus dikem bangkan
2. untuk lebih memperdalam pemahaman terhadap sejarah
periodisasi sastra perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, Raehmat Djoko. 1984. “ Masalah Ankatan dan Penulisan Sejarah
Sastra Indonesia”. Dewan Kesenian: Jakarta
Rosidi, Ajib. 1964. “Kapankah Kesusastraan Indonesia Lahir”. Bahtara:
Jakarta
Sarwadi. 2004 “Sejarah Sastra Indonesia Moderen”. Gama Media: Yogyakarta
Udu, Sumiman. 2008. “Sejarah Sastra”. Kendari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar